Pagi ini, saat menyiapkan sarapan, saya melihat ke luar dan melihat tetangga saya di lantai atas, seorang wanita cantik berusia pertengahan 70-an, sedang berusaha keras menurunkan kardus-kardus minuman bersoda dari mobilnya. Secara naluriah, saya merasa terdorong untuk membantunya. Saya bergegas keluar dan menyapanya dengan hangat, sambil berkata, "Silakan, saya bantu." Namun, dia menjawab dengan tegas, "Tidak, saya yang mengurusnya."
Agak terkejut, saya pikir dia mungkin lebih suka menangani semuanya sendiri. Saya bertanya dengan lembut apakah saya setidaknya bisa membawakan barang-barang itu ke atas tangga untuknya. Sekali lagi, dia bersikeras, "Tidak, saya tidak butuh bantuan. Saya belum akan naik ke atas." Saya menghormati keinginannya dan menjawab, "Baiklah, baiklah, saya di sini jika Anda butuh sesuatu." Dia menoleh ke arah saya, terkejut.
Kemudian, saat saya hendak membersihkan kotak kotoran kucing saya, saya mendengar ketukan di pintu. Itu tetangga saya! Saya menyambutnya dengan senyuman, dan dia langsung meminta maaf atas kekasarannya sebelumnya. Saya menenangkannya dengan berkata, "Tidak apa-apa, saya mengerti." Saya menawarinya kesempatan untuk masuk, tetapi dia menolak.
Percakapan kami berlanjut, dan dia terus meminta maaf. Saya bersikeras bahwa itu tidak masalah dan bahkan mengajaknya untuk mencoba teh yang saya punya. Setelah ragu sejenak, dia setuju. Saya menyebutkan bahwa kucing-kucing saya kemungkinan akan keluar untuk menyambutnya jika saya membiarkan pintu terbuka, dan saya senang sekali, dia melangkah masuk.
Saat saya mengambil teh dari dapur, dia tampak benar-benar kagum dengan kebaikan hati saya dan tidak adanya rasa kesal. Saya merasakan bahwa momen ini bisa menjadi titik balik, dan saya berdoa agar saat saya berbagi sumber Kata-kata Kasih Ibu dengannya, hatinya akan terbuka untuk menerimanya.